Pemohon Uji Materiil UU Adminduk Tambah Dasar Permohonan

Jakarta:  Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang lanjutan pengujian materiil Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2026 juncto UU Nomor 24 Tahun 2013 Administrasi Kependudukan (Adminduk). Agenda permohonan dengan nomor perkara 71/PUU-XX/2022 itu ialah perbaikan permohonan.
 
Pihak pemohon terdiri dari tiga orang. Mereka ialah Emir Dhia Isad, Syukrian Rahmatul’ula, dan Rahmat Ramdani.
 
“Pemohon menambah alasan dasar framework menjadi empat alasan yang sebelumnya tiga,” kata Emir saat membacakan perbaikan permohonan dalam sidang virtual di MK, Jakarta Pusat, Rabu, 3 Agustus 2022.

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


Emir mengatakan dasar framework-nya, yakni dasar filosofis negara terhadap perlindungan nilai-nilai agama di Indonesia. Kemudian prinsip perkawinan, problematika penjelasan Pasal 35 huruf a UU Aminduk, dan ketahanan keluarga.
 
Pasal 35 huruf a UU Adminduk berbunyi Yang dimaksud dengan ”Perkawinan yang ditetapkan oleh Pengadilan” adalah perkawinan yang dilakukan antar-umat yang berbeda agama.
 
Ketiga pemohon resah atas maraknya perilaku seks bebas di luar nikah, kumpul kebo, dan prostitusi. Kehadiran Pasal 35 huruf a dinilai memberi legitimasi perkawinan beda agama dan menjadi populer.
 

 
Menurut Emir, perkawinan tanpa didahului ritual agama dan hanya melalui izin pengadilan melanggar Pasal 29 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Apalagi, beleid itu menjadi landasan hukum masyarakat Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai agama.
 
“Pemohon memohon agar MK menyatakan penjelasan Pasal 35 huruf A UU Aminduk bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat,” papar dia.
 
Opsi lainnya, yakni memohon MK menyatakan pasal 35 huruf a UU Adminduk tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai perkawinan yang ditetapkan oleh pengadilan adalah isbat nikah, dispensasi perkawinan, dan pengesahan perkawinan akibat belum dicatat di dinas kependudukan dan pencatatan sipil.
 
Selain itu, Emir memohon adanya pembuatan putusan dalam berita negara sebagaimana mestinya. Pemohon juga meminta putusan MK yang seadil-adilnya bila memiliki pendapat lain.
 
“Memohon agar mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya,” tutur dia.
 
Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih mengatakan pihaknya menerima dan sudah memverifikasi perbaikan permohonan. Termasuk 12 lampiran alat bukti baru dari yang sebelumnya hanya tujuh.
 
“Panel hakim tidak bisa memutus sendiri. Akan kami sampaikan ke rapat permusyawarahan hakim dan menentukan kelanjutan permohonan. Tunggu saja dari kepaniteraan,” ucap dia.

 

(END)

Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.

Tinggalkan Balasan