Fakta dan Kisah di Balik Pertemuan Presiden Jokowi dan Xi Jinping

VIVA Dunia – Presiden Jokowi telah melakukan kunjungan ke China dan bertemu dengan Presiden China Xi Jinping di Villa 14, Diaoyutai State Guesthouse, Beijing, China, Selasa 26 Juli 2022. Kedua pemimpin negara tersebut melakukan pertemuan bilateral membahas penguatan kerja sama ekonomi hingga isu kawasan dan dunia. 

Hanya beberapa menit setelah menginjakkan kaki di ibu kota China itu, berita mengenai kunjungan Jokowi yang dipublikasikan salah satu media setempat sudah menuai hampir 60.000 like dari para audiensnya. Berita kedatangan Jokowi tersebut juga menghiasi layar kaca di China. Harapan dan optimisme dari berbagai kalangan di China dan Indonesia diputar berulang-ulang oleh CGTN, stasiun televisi resmi pemerintah China yang berjaringan internasional.

Ikhitiar meningkatkan hubungan dagang, investasi, politik, membangun kerja sama model baru, industri hijau, KTT G20, “Two Countries, Twin Park” dan isu-isu lainnya menjadi kesepakatan bersama, baik pada saat Jokowi bertemu Presiden China Xi Jinping maupun saat bertemu Perdana Menteri Li Keqiang di gedung tamu kenegaraan Diaoyutai, Beijing, pada Selasa.

Protokol ekspor nanas juga telah menjadi kesepakatan baru dalam momentum kunjungan Jokowi tersebut. Dengan adanya protokol itu, Indonesia sudah bisa mengekspor nanas ke China. Perjanjian ini sudah lama dinantikan oleh Indonesia, tepatnya sejak 2016.

Ada yang luput

Fakta dan Kisah di Balik Pertemuan Presiden Jokowi dan Xi Jinping

Kunjungan Presiden Jokowi ke China.

Namun ada beberapa hal yang luput dari pembicaraan kedua kepala negara. Rencana repatriasi 190 pelajar Indonesia ke China sama sekali tidak disinggung, baik dalam pertemuan tingkat puncak maupun tingkat menteri. Tanpa dukungan dari pemegang kekuasaan dan kebijakan, mustahil rencana pengembalian 190 pelajar yang terkatung-katung kuliahnya sejak pertama kali COVID-19 ditemukan di Wuhan pada awal 2020 sampai saat ini bakal terlaksana.

Para pelajar dari beberapa negara lain, seperti India, Korea Selatan, Jepang, Thailand, dan Singapura jauh-jauh hari sudah bisa kembali melanjutkan pendidikannya di China tanpa harus menunggu kepala negara mereka bertemu terlebih dulu dengan pemimpin China, seperti yang sudah dilakukan oleh Indonesia.

Masalah ratusan kapal dagang yang tertahan di pelabuhan-pelabuhan China sebagai konsekuensi dari regulasi baru per 1 Januari 2022 tentang produk makanan dan minuman impor juga luput dari pertemuan tingkat elite kedua negara. Padahal ekspor makanan dan minuman tersebut menjadi nilai tambah bagi Indonesia.

Indonesia memang mengalami surplus neraca perdagangan sebesar 1,12 miliar dolar AS dengan China selama periode Januari-April 2022. Namun yang menjadikan catatan positif bagi perdagangan Indonesia dengan China itu berasal dari ekspor minyak, gas, dan hasil pertambangan, bukan dari produk yang memberikan nilai tambah bagi industri di Indonesia.

Ironis memang karena selama periode tersebut nilai ekspor produk makanan dan minuman olahan Indonesia ke China hanya 1,46 miliar dolar AS atau turun signifikan sekitar 23,17 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang telah mencapai 1,90 miliar dolar AS, sebagaimana data yang dirilis Kementerian Kepabeanan China (GACC).

Kecerdikan Jokowi

Presiden Jokowi bersama Iriana Jokowi

Presiden Jokowi bersama Iriana Jokowi

Photo :

  • Biro Pers, Media dan Informasi Sekretariat Presiden

Terlepas dari itu semua, Jokowi telah mencatatkan diri sebagai satu-satunya kepala negara atau kepala pemerintahan di Indonesia yang berhasil menemui Xi Jinping di Beijing, terutama sejak penyelenggaraan Olimpiade Musim Dingin pada awal Februari lalu.

Dalam catatan ANTARA, Xi hanya sedikit menerima kepala negara atau kepala pemerintahan asing di Beijing sejak pandemi COVID-19. Xi memang pernah menemui beberapa kepala negara atau kepala pemerintahan di Beijing di sela-sela Winter Olympic itu, tapi tidak secara khusus seperti yang dilakukannya terhadap Jokowi.

Sejak awal 2020, pucuk pimpinan tertinggi Partai Komunis China itu juga hanya sekali keluar dari wilayah daratan Tiongkok pada saat perayaan 25 tahun kembalinya Hong Kong ke China yang dirangkai dengan pelantikan Kepala Eksekutif Wilayah Administrasi Hong Kong (HKSAR) John Lee pada 1 Juli lalu.

Di sinilah kecerdikan Jokowi dalam membaca gelagat Xi. Dengan berani keluarnya Xi dari “sarangnya” itu, maka berarti pengetatan protokol kesehatan antipandemi COVID-19 di Beijing sudah mulai longgar.

Oleh karena itulah Jokowi atau mungkin Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan bersama Menlu Retno berani mengajukan penawaran kunjungan itu meskipun Beijing belum sepenuhnya siap, mengingat baru 1,5 bulan status penguncian wilayah (lockdown) di Ibu Kota itu dicabut. Harapan dan optimisme Indonesia atas kehadiran Xi Jinping dalam KTT G20 di Bali pada November mendatang juga mulai tinggi meskipun Beijing sampai detik ini belum bisa menjawab undangan resmi dari Jokowi itu.

Singkat dan mendadak merupakan kata kunci dari pertemuan monumental Jokowi dan Xi, mengingat kunjungan pada 25-26 Juli tersebut hanya dipersiapkan dalam hitungan hari. Bandingkan dengan kunjungan Jokowi ke Jepang dan Korea Selatan pada 27-28 Juli yang telah dipersiapkan sejak tiga bulan yang lalu. Selain Menko Luhut dan Menlu Retno, acungan jempol juga layak diberikan kepada Duta Besar RI untuk China, Djauhari Oratmangun, dan jajaran KBRI Beijing yang telah mempersiapkan kedatangan Presiden Jokowi ke China dalam jangka waktu yang sangat singkat.

Menegangkan dan mendebarkan menjadi pemandangan yang terekam di KBRI Beijing pada detik-detik menjelang kunjungan tersebut. Memang bukan pertama kali Jokowi datang ke China, tapi kunjungan kali ini bukanlah pekerjaan yang mudah karena dilakukan dalam mekanisme lingkaran tertutup (close loop) di Diaoyutai yang tentu saja berbiaya mahal.

Delegasi Indonesia yang menyertai Presiden Jokowi telah meninggalkan Beijing untuk melanjutkan lawatannya ke Jepang dan Korsel lalu pulang ke Tanah Air. Tapi Dubes Djauhari, Atase Pertahanan Marsekal Pertama TNI Bayu Hendra Permana, Koordinator Fungsi Protokol dan Kekonsuleran Victor Harjono dan jajaran KBRI Beijing lainnya yang menjadi faktor penentu keberhasilan kunjungan tersebut harus “mendekam” selama tujuh hari di fasilitas karantina terpadu sebagaimana yang telah diprotapkan oleh Gugus Tugas Anti-Pandemi COVID-19 China. (Ant/Antara)

Artikel ini bersumber dari www.viva.co.id.

Tinggalkan Balasan