Travel  

Obyek Wisata Pura Besakih Bali

cnbc-indonesia.com – Lokasi: Besakih, Rendang, Karangasem Regency, Bali 80863Maps: Klik DisiniHTM: Rp. 30.000Buka Tutup: 09.00 – 18.00 WIBTelepon: 0852-1064-3385

Indonesia memang dikenal sebagai negara kepulauan. Tentu saja hal ini membuat negeri khatulistiwa ini memiliki banyak pesona di dalamnya.

Salah satunya adalah keindahan alam, budaya dan juga sisi religi yang membuat Indonesia dilirik oleh bangsa-bangsa lain.

Hampir di semua daerah di Indonesia menyajikan sisi alam yang berpadu dengan sisi religi, historis serta alam. Sebut saja contohnya seperti Candi Prambanan dan juga Borobudur.

Begitu pula Bali yang memiliki banyak aspek wisata di dalamnya yang siap memanjakan para wisatawan.

Di Bali ada banyak kawasan wisata alam dan reliji yang berpadu dengan sangat cantik, salah satunya adalah Pura.

Tempat peribadatan umat Hindu ini dibangun tidak sembarangan. Ada perhitungan dan juga mengandalkan semua unsur alam yang ada di Pulau Dewata ini.

Salah satu Pura yang menjadi incaran para wisatawan terutama wisatawan asing dan terkenal dengan julukan The Mother of Pura yaitu Pura Besakih.

Mengenal Pura

Pura Besakih merupakan tempat persembahyangan umat Hindu. Bahkan semua upacara keagamaan dilakukan di sini seperti pengubengan, Nyepi dan lain-lain.

Dan di dalam areanya sendiri tidak hanya terdiri dari 1 Pura saja. Akan tetapi sudah terdapat begitu banyak Pura yang membuat kawasannya mendapatkan julukan sebagai The Mother of Pura.

Tidak heran jika turis asing tertarik untuk memasuki kawasan wisata ini. Dan tidak perlu heran pula di tahun 2022, bahasa yang digunakan sudah bukan lagi bahasa Indonesia.

Akan tetapi bahasa asing seperti bahasa Inggris, Belanda dan Prancis juga digunakan untuk memberikan kemudahan kepada para turis asing.

Sudah banyak pula review dan ulasan mengenai cerita Pura Besakih ini dimana menjadi salah satu promosi untuk lebih mengenalkan keindahan Pura Besakih seperti di situs tripadvisor maupun forum wisata di luar.

Pura Agung Besakih di Karangasem ini berdekatan dengan Pura Pasar Agung di area Gunung Agung yang sekarang ini sedang mengalami erupsi.

Sejarah Tempo Dulu

Besakih Temple terdiri dari 1 pusat Pura dengan nama yaitu Pura Penataran Agung Besakih yang juga termasuk Pura Catur Lawa ini di sekeliling Pura ini juga terdapat sekitar 18 Pura pendamping.

Letaknya persis di sebelah atau di sekeliling Pura Penataran Agung Besakih. Diantaranya terdiri dari 1 buah Pura Basukian dan juga 17 pura kecil lainnya di sini.

Sudah banyak beredar photo atau foto dan juga gambar atau pictures yang mencerminkan suasana dari Pura Besakih Bali ini.

Jika para pengunjung sebelumnya sudah pernah melihat foto-foto yang tersebar di internet, tentu saja sudah bisa melihat area anak tangga dengan jumlah banyak dan adanya pintu gerbang besar.

Area gerbang ini yang menjadi pintu masuk ke Pura Penataran Agung Besakih tersebut.

Seperti yang sudah disebutkan di awal bahwasanya Pura Besakih ini menjadi pusat kegiatan dari semua keagamaan serta ceremony umat Hindu di Bali.

Dan area Pura Penataran Agung Besakih menjadi Pura yang paling besar di sekitar kawasan wisata keagamaan ini. Dan di area ini pula ada banyak tempat yang digunakan untuk persembahyangan.

Masyarakat Bali sendiri menyebutnya sebagai Pelinggih yang menjadi pusat dari Pura tersebut.

Untuk lokasi, letak dan juga alamat atau address dari Pura ini sendiri terletak di Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem.

Pada aman dulu di area ini sebelum berdirinya Pura Besakih tersebut hanya dipenuhi dengan kayu-kayu serta hutan belantara yang tidak terurus.

Dahulu kala Pulau Bali dan juga Pulau Jawa memang menjadi satu sebelum hadirnya Selat Bali atau biasa disebut Segara Rupek.

Pulau ini dahulu bernama Pulau Panjang atau Pulau Dawa. Pasalnya bentuknya yang panjang dari ujung Jawa Barat hingga ke area Bali.

Ketika itu menurut cerita Babad Bali di Jawa Timur lebih tepatnya di area Gunung Rawang atau Gunung Raung ini muncul seorang Yogi atau dikenal sebagai pertapa dengan nama Resi Markandeya.

Resi ini memiliki ilmu kebatinan yang sangat tinggi dan juga kesucian rohaninya serta dilengkapi dengan kesopanan dan wibawa yang membuat masyarakat menghormatinya.

Ditambah lagi dengan adanya kebijaksanaan beliau yang membuat masyarakat semakin menghormati dirinya. Akhirnya masyarakat sekitar memberi nama atau julukan yaitu Bhatara Giri Rawang.

Ketika itu Resi Markandeya memiliki bertapa di daerah Gunung Demulung. Akan tetapi beliau akhirnya memilih pindah ke area gunung Hyang yang dipercaya bahwa pegunungan ini adalah daerah Dieng yang terletak di daerah Jawa Tengah.

Nama Dieng sendiri merupakan ejaan dari DI HYANG. Setelah cukup lama bertapa di Gunung Hyang ini akhirnya dirinya mendapatkan wahtu serta titah dari Sang Hyang Widhi Wasa.

Ketika itu titahnya meminta kepada sang Resi dan juga kepada para pengikutnya guna menembus hutan dan membabat hutah yang ada di pulau Dawa usai selesai bertapa. Dan tanah itu diharuskan untuk dibagi kepada para pengikutnya tersebut.

Setelah mendapatkan titah tersebut usai bertapa, akhirnya sang Resi memutuskan untuk berangkat ke Bali dengan diikuti oleh para pengikutnya.

Dipercaya ketika itu ada sekitar 8000 orang pengikut dari sang Resi yang juga dilengkapi dengan berbagai macam perlengkapak yang dibutuhkan ketika berada di sini.

Usai menginjakkan kaki ke Bali, beliau memulai untuk membabat hutan bersama para pengikutnya.

Sayangnya ketika membabat hutan, banyak para pengikut Yogi Markandeya ini akhirnya jatuh sakit bahkan ada yang mati akibat diserang oleh binatang buas.

Hal ini disebabkan sang Resi tidak melakukan upacara pembukaan atau yadnya yang memiliki arti bebanten atau sesaji.

Setelah kejadian ini akhirnya sang Resi memutuskan untuk menghentikan pembabatan hutan tersebut. Beliau meminta kepada pengikutnya untuk tidak melanjutkan perjalanan.

Dan kemudian meminta kepada para pengikutnya untuk pulang bersama dirinya kembali ke tanah Jawa. Resi akhirnya bertapa kembali dan meminta petunjuk kepada Sang Hyang Widhi mengenai kejadian yang menimpa mereka di Bali.

Sang Resi melakukan pertapaan yang cukup lama sebelum akhirnya memiliki keinginan kuat untuk kembali ke Bali dan melanjutkan membabat dan membuka hutan tersebut.

Setelah melalui berbagai pertimbangan dari pertapaannya tersebut, akhirnya sang Resi memutuskan untuk kembali ke Bali.

Senada dengan perjalanan yang pertama, kali ini ia membawa pengikut. Akan tetapi jumlahnya lebih sedikit.

Diperkirakan sekitar 4000 orang yang semuanya merupakan penduduk Aga yang asalnya berada di kaki lereng Gunung Rawung.

Dalam perjalanan ini sang Resi ditemani oleh Pandita atau para Rsi. Selain itu membawa pula perlengkapan dan peralatan serta bibit tanaman untuk ditanami di sekitar area hutan ini.

Berbeda dengan yang sebelumnya, usai sampai di tempat yang dituju akhirnya Resi Markandeya ini melakukan tapa yoga dan semadi bersama-sama dengan para yogi lainnya.

Tidak langsung membabat area hutan. Setelah bersemedi kegiatan dilanjutkan dengan melakukan upakara yadnya kepada Dewa Yadnya dan juga Buta Yadnya.

Usai upacara tersebut selesai, akhirnya para pengikut Resi tersebut kembali melakukan pekerjaan dengan membabat hutan-hutan tersebut. Mereka menebang pepohonan dan juga semak-semak dari area selatan hingga ke arah utara.

Setelah dinilai area yang dibabat sudah lebih dari cukup, berkat titah dan juga anugrah dari Sang Hyang Widhi Wasa, Yogi Markandeya ini akhirnya menghentikan pembabatan hutan.

Dan beliau langsung mengadakan pembagian tanah yang akan diberikan kepada para pengikutnya.

Dan tanah-tanah ini akhirnya menjadi sawah, tegal hingga area perumahan untuk sang Resi dan para pengikutnya tersebut.

Para pengikut Rsi Markandya yang semuanya berasal dari Aga di lereng kaki Gunung Rawung Jawa Timur ini akhirnya menetap di sekitar kawasan ini hingga sekarang.

Menurut cerita bahwa di area bekas tempat pembebasan hutan ini oleh Sang Rsi atau Yogi Markandya ini menanam kendi atau caratan yang didalamnya berisi air. Selain itu ada pula logam seperti emas, perak, tembaga dan juga perunggu serta besi.

Kelima logam ini disebut sebagai Panca Datu dan juga permata Mirahadi atau mirah yang utama. Kelima logam dalam kendi ini juga dilengkapi dengan adanya sarana upakara dengan diperciki oleh air suci atau biasa disebut Tirta Pangentas.

Area yang digunakan untuk menanam kendi berisi 5 jenis logam ini diberi nama Basuki yang memiliki arti yaitu selamat.

Deskripsi dari nama Basuki sendiri diakibatkan bahwa kedatangan Rsi Markandya bersama ke 4000 pengikutnya ini tidak terjadi kejadian apapun.

Semuanya selamat dan tidak adanya bencana serta serangan hewan buas seperti yang ditemui oleh para pengikut Resi yang pertama. Dan di area ini pula dibangun palinggih.

Akhirnya di lokasi tersebut didirikan Pura atau khayangan yang diberi nama Pura Basukian yang merupakan asal usul atau cikal bakal dari Pura Besakih ini.

Ada pula prasasti yang mengatakan bahwa Resi Markandya ini membangun Pura Besakih pada abad ke 13. Ada pula yang menyebutkan bahwa Pura ini sudah ada semenjak Isaka 85 atau tahun 163 Masehi.

Meski berbeda tahun akan tetapi pembangunan dari komplit Pura Besakih ini bertahap dan juga melalui berbagai macam perbaikan dari masa ke masa hingga bisa dinikmati sekarang ini.

Selain di Bali, Pura Besakih juga bisa ditemukan di kaki Gunung Salak yang terletak di Bogor. Meski kisah sejarah dan asal-usulnya berbeda, akan tetapi fungsi dan kegunaannya sama seperti Pura Besakih yang ada di Pulau Dewata.

Rute Menuju Lokasi

Obyek wisata reliji Pura Besakih ini memang sangat sayang untuk dilewatkan jika berlibur ke Pulau Bali. Bagi para wisatawan yang ingin mengunjungi Pura Besakih ini sangat mudah.

Jika berangkat dari pusat kota Denpasar atau lebih tepatnya dari area Kuta dan juga bandara internasional Ngurah Rai, para wisatawan akan menempuh waktu sekitar 2 jam untuk mengunjungi kawasan Pura Besakih ini.

Kemudian ambil jalur ke arah Timur menuju ke Sanur dan jalan Bypass Ngurah Rai. Setelah itu ke arah Bypass Prof Ida Bagus Mantra.

Dari sini para wisatawan bisa menuju ke arah Pantai Lepang dan ambil arah ke utara menuju ke daerah Semarapura.

Dari kota Semarapura ini para wisatawan juga bisa melihat pesona dari Kerta Gosa selama perjalanan menuju ke Pura Besakih tersebut.

Dari kawasan wisata Kerta Gosa yang berada di daerah Kabupaten Klungkung ini para wisatawan bisa langsung menuju ke Besakih dengan jarak sekitar 20 kilometer yang berada di sebelah utara dari kota Semarapura.

Di sepanjang perjalanan ke arah Besakih dari daerah Klungkung ini para wisatawan akan bertemu dengan obyek wisata alam yang sangat eksotis dan tentu saja menawan.

Obyek wisata Bukit Jambul ini letaknya berada di area perbatasan antara Klungkung dan juga Karangasem.

Rute yang akan ditemui oleh para wisatawan adalah Kuta / Bandara Internasional Ngurah Rai – Sanur Bypass Ngurah Rai – Bypass Prof Ida Bagus Mantra – Semarapura – Bukit Jambul – Besakih.

Sementara jika berangkat dari Denpasar lebih tepatnya di daerah Utara dengan menggunakan kendaraan roda 4, maka jarak tempuh yang akan dilalui sekitar 25 kilometer.

Dari Denpasar ini para wisatawan akan melewati area Ubud. Dari Ubud perjalanan akan dilanjutkan menuju ke daerah Gianyar.

Setelah melewati Gianyar para wisatawan akan menuju ke Semarapura dan juga Bukit Jambul. Dari sini langsung menuju ke Pura Besakih.

Bagi yang berangkat dari Bali bagian Timur atau, Tirta Gangga, Pantai Candidasa, Taman Sukasada Ujung atau Pantai Amed bisa menuju ke daerah Pura Besakih dengan melewati area pedalaman seperti kota Amlapura.

Jalur ini nantinya akan berhubungan langsung dengan area pertigaan antara Klungkung dan juga Besakih yang ada di kawasan Rendang.

Dari pertigaan ini nanti ambil jalur ke kanan yang akan menuju ke daerah Pura Besakih. Jalurnya adalah kota Amlapura – Desa Sibetan – Desa Selat – Desa Muncan – Desa Menanga – Besakih.

Selama perjalanan ini para wisatawan bisa melihat daerah perkampungan dan areal sawah yang hijau.

Jika memilih untuk melewati kota Amlapura ini para wisatawan akan menempuh perjalanan cukup cepat. Hanya sekitar 1 jam saja bisa sampai ke daerah Pura Besakih ini.

Dan seperti yang disebutkan di awal bahwa selama perjalanan tersebut para wisatawan bisa merasakan alam pedesaan yang masih asri dan juga alami.

Apalagi dengan adanya kebun salak, hutan, areal persawahan yang hijau dan menyejukkan.

Selain kota Amlapura, para wisatawan akan diajak untuk melewati desa Sibetan yang terkenal dengan salak Sibetan. Di sini para wisatawan bisa mengunjungi kawasan wisata Argo Sibetan.

Dan rasakan sensasi melihat keindahan pedesaan di Bali dan juga melihat kehidupan masyarakat di sini.

Selain area-area ini bisa juga menggunakan aplikasi Google Map yang akan menampilkan denah, peta dan map daerah Bali yang akan memudahkan para wisatawan untuk mengunjungi Pura Besakih ini.

Selain kendaraan pribadi, kendaraan umum juga bisa digunakan menuju ke Pura Besakih ini. Jika menggunakan kendaraan umum pilih ke arah Terminal Ubung.

Dari sini pilih angkutan umum yang memiliki jurusan ke arah Klungkung. Dari sini cukup naik bemo yang akan membawa para pengunjung ke Pura Besakih.

Bisa juga menggunakan angkutang umum mobil Elf yang bisa mengantarkan para pengunjung ke kawasan wisata ini.

Fasilitas Yang Ada

Di kawasan wisata religi ini para wisatawan bisa menemukan beberapa macam fasilitas yang sudah disediakan oleh pengelola kawasan wisata ini.

Di sekitar area Pura Besakih banyak warung makan dan juga kios yang tersebar di sekitar pinggir jalan menuju ke Pura Besakih tersebut. Warung ini berada tepat sebelum pintu masuk dan loket tiket Pura Besakih.

Dari area ini para wisatawan harus berjalan kaki sepanjang 200 meter guna menuju ke pintu utama Pura Besakih.

Selama perjalanan ini para pengunjung bisa merasakan suhu dan udara yang cukup sejuk. Terpaan angin yang berhembus di sepanjang perjalanan ini tentu saja membuat para wisatawan tidak akan merasa lelah.

Hal ini cukup wajar mengingat lokasinya berdekatan dengan Gunung Agung yang cukup sejuk. Tidak heran jika banyak para wisatawan yang berfoto di sekitar area ini. Sayangnya masih ada pemerasan yang terjadi di sekitar Pura Besakih.

Selain warung makan, tentu saja fasilitas umum juga bisa ditemukan di sini seperti area parkir dan juga toilet. Bahkan penginapan juga ada di sekitar Pura Besakih ini.

Bagi para pengunjung yang tidak ingin menginap terlalu jauh dari Pura Besakih, bisa memesan penginapan seperti hotel di sekitar kawasan wisata ini.

Harga Tiket Masuk

Bagi para wisatawan yang ingin mengunjungi kawasan wisata Pura Besakih ini wajib membayar tiket masuk di loket pintu masuk seharga Rp. 35.000.

Di area ini para pengunjung bisa menemukan beberapa bahasa seperti bahasa Inggris yaitu entrance fee dan bahasa Belanda dan Jerman yaitu eintritt. Hal ini untuk memberikan kemudahakan kepada para wisatawan asing.

Sementara untuk jam operasional dari Pura Besakih ini akan dibuka sejak jam 9 pagi. Dan akan ditutup untuk umum pada pukul 6 sore WIB.

Disarankan untuk mengunjungi kawasan wisata ini sejak pagi hari. Pasalnya menjelang sore area Pura Besakih akan tertutup kabut.

Sisi Menarik

Kawasan wisata Pura Besakih Bali ini seperti yang disebutkan tidak hanya 1 pura besar saja yang bisa ditemukan di sini.

Para pengunjung bisa menemukan sekitar 46 pura besar dan juga kecil yang dibagi menjadi 3 bagian dengan diantaranya yaitu Pura Panyungsungan Jagat yang terdiri dari 20 pura.

Sementara Pura Kawitan terdiri dari 17 pura sedangkan untuk Pura Dadya terdiri dari 9 pura.

Dan Pura utama yaitu Pura Penataran Agung ini masuk ke dalam kategori Pura Panyungsungan Jagat yang merupakan pura utama dan memiliki bangunan yang paling tinggi diantara Pura lainnya di sini.

Pura Penataran Agung ini memang memiliki gaya arsitektur yang sangat unik. Pasalnya Pura ini memiliki unsur punden berundak seperti halnya gaya arsitektur nenek moyang bangsa Indonesia dan juga umat Hindu pada masa lalu.

Menurut pakar dan juga ahli sejarah bahwasanya penggunaan konsep punden berundak ini memang dimaksudkan guna mendekatkan diri kepada Sang Pencipta.

Di kala itu masyarakat sekitar percaya bahwa sang Pencipta tinggal di gunung-gunung. Sehingga bentuk punden berundak ini seperti gunung yang mengerucut atau mengecil di bagian puncaknya.

Sementara untuk konsep dari tata ruang sendiri juga mendapatkan perhatian yang detail di masa lampau.

Para nenek moyang memperhatikan kebutuhan dan juga konsep dari program ruang yang sangat sempurna dan juga memberikan rasa yang nyaman.

Hal ini bisa terlihat dari Pura Penataran Agung. Di Pura ini para pengunjung akan diperlihatkan keindahan lereng Gunung Agung yang megah dengan terpaan cahaya matahari di pagi hari.

Sedangkan di sisi lainnya para pengunjung akan dimanjakan dengan keindahan suasana alam yang masih alami dan juga asri yang dipenuhi oleh pepohonan rindang dan juga areal persawahan di sekitar Pura Besakih ini.

Dan semua Pura ini saing bersinergi dan juga memiliki tatanan yang rapi dan juga kaya akan ornamen serta patung dewa yang sudah ada semenjak ratusan tahun.

Hal ini membuat suasana religius sudah bisa dirasakan oleh para pengunjung kala menginjakkan kaki di sini.

Tentu saja ada beberapa peraturan yang harus dilakukan oleh para pengunjung. Diantara tidak boleh memasuki area utama dari Pura Besakih.

Selain itu para pengunjung juga harus menggunakan kain panjang serta selendang sebelum memutuskan untuk masuk ke dalam area Pura Besakih tersebut.

Bagi kaum wanita, dilarang menggunakan pakaian minim seperti tank top, rok mini, t shirt ketat. Hal ini tentu saja untuk menghormati Tuhan umat Hindu yang disembah di sekitar Pura Besakih ini.

Tidak perlu heran jika kawasan wisata relijius ini memiliki kesan mistis, misteri dan juga kadang ada penampakan yang muncul. Beberapa wisatawan bahkan pernah melihat penampakan yang ada di sekitar Pura Besakih ini.

Penampakan ini justru menjadi salah satu daya tarik dari kawasan wisata ini di era sekarang. Banyak para wisatawan yang penasaran dengan penampakan tersebut.

Di Pura Besakih ini juga ada tour yang akan membawa para pengunjung untuk melihat pesona dan panorama yang dimiliki oleh Pura tersebut.

Selain itu juga para wisatawan akan mendapatkan kisah sejarah dari Pura Besakih dan juga raja-raja serta kawasan wisata alam lainnya seperti goa yang tidak jauh dari Pura Besakih tersebut.

Para wisatawan juga bisa melihat bagaimana umat Hindu melakukan upacara keagamaan di sekitar Pura Besakih ini.

Melihat lebih dekat kebiasaan para umat Hindu ketika beribadah tentu saja menjadi salah satu daya tarik tersendiri. Biasanya para turis asing tertarik dengan kegiatan upacara keagamaan ini.

Selain sebagai tempat peribadatan, ternyata Pura Besakih ini juga menjadi salah satu jalur pendakian bagi para pecinta alam yang ingin menaklukkan Gunung Agung.

Sebelum memulai pendakian, para pecinta alam akan beristirahat sejenak dan menikmati suasana di sekitar Pura Besakih ini. Akan tetapi sekarang ini Pura Besakih dan jalur pendakian ditutup akibat erupsi di Gunung Agung ini.

Tips Berlibur

Berlibur ke Pulau Dewata tentu saja menjadi salah satu agenda yang mengasyikkan. Apalagi jika menyempatkan diri mengunjungi Pura Besakih ini.

Ada beberapa tips yang bisa dilakukan oleh para wisatawan ketika hendak mengunjungi kawasan wisata religi ini. Salah satunya adalah memilih waktu yang tepat untuk berkunjung ke Pura Besakih tersebut.

Disarankan untuk mengunjungi kawasan wisata Pura Besakih ini sejak pagi hari. Jam 9 pagi WIB Pura Besakih sudah bisa dikunjungi untuk umum.

Mengapa sejak pagi hari sudah harus berada di Pura Besakih ? Para pengunjung bisa dengan puas mengelilingi kawasan Pura ini.

Pasalnya ketika menjelang sore atau setelah jam 12 siang waktu setempat, Pura Besakih ini akan dipenuhi dengan kabut. Sehingga para pengunjung tidak akan terlalu nyaman berada di sekitar area ini. Pandangan akan terhalang.

Gunakanlah pakaian yang sopan ketika mengunjungi kawasan wisata Pura Besakih ini. Terutama bagi para wanita, angan mengenakan pakaian minim atau sexy.

Hal ini untuk menjaga tempat peribadatan tersebut. Para pengunjung harus menggunakan udeng yang merupakan penutup kepala serta kamen atau sarung khas Bali.

Jadi para wisatawan jangan lupa membawa kedua perlengkapan ini untuk memasuki kawasan wisata ini.

Sucinya Pura Besakih ini tidak boleh dikunjungi oleh sembarang orang. Para wanita yang sedang datang bulan dilarang untuk memasuki kompleks Pura tersebut. Hal ini untuk menjaga kesucian dari kawasan Pura Besakih tersebut.

Ketika berada di kawasan wisata ini para pengunjung harus menjaga sikap dan tidak berkata-kata kurang sopan.

Selain itu jika ingin mengambil gambar atau foto, usahakan ambil gambar dari belakang atau samping. Hal ini untuk menjaga kekhusyukan umat Hindu beribadah di sekitar Pura.

error: Content is protected !!