Kasus Harta Rafael Alun, Pakar: Perlu Cara Sistemik Berantas Korupsi di Dirjen Pajak

Kasus Harta Rafael Alun, Pakar: Perlu Cara Sistemik Berantas Korupsi di Dirjen Pajak

cnbc-indonesia.com – Ahli hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai perlu langkah sistemik untuk menyelesaikan persoalan dugaan korupsi di tubuh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan.

Dia menyampaikan hal itu terkait dugaan kekayaan tak wajar salah satu mantan pejabat DJP, Rafael Alun Trisambodo .

” Korupsi di DJP itu sudah sistemik, jadi perbaikannya juga harus sistemik,” kata Abdul saat dihubungi Kompas.com, Kamis (2/3/2023).

Di sisi lain, Abdul berharap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa melakukan terobosan dalam mengusut dugaan korupsi para pejabat dengan menggunakan instrumen Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).

Dalam kasus Rafael, dia menyatakan di dalam LHKPN mempunyai harta sebesar Rp 56,1 miliar. Hal itu memantik kecurigaan karena dianggap tidak sesuai dengan profil gaji dan jabatannya di Kementerian Keuangan.

“Oleh karena itu disarankan kepada KPK untuk menggunakan modus baru dalam memberantas korupsi dengan memanfaatkan LHKPN, bagi aparatus yang jelas tidak seimbang jumlah hartanya dengan pendapatan resminya sebagai ASN (aparatur sipil negara),” ucap Abdul.

Kasus dugaan kekayaan tidak wajar Rafael terkuak setelah salah satu anaknya, Mario Dandy Satrio (20), ditetapkan sebagai tersangka penganiayaan terhadap D (17).

Berawal dari kasus itu, gaya hidup mewah Mario yang kerap memamerkan mobil mewah dan sepeda motor besar melalui media sosial terungkap.

Setelah itu profil kekayaan Rafael terungkap dan diduga tidak wajar berdasarkan profil pendapatan dan golongan jabatannya di DJP.

Dalam proses klarifikasi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut kejanggalan transaksi Rafael Alun sudah dideteksi oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sejak 2003 silam.

“PPATK saya bilang 2003 transaksinya sudah disebut walaupun dia belum wajib lapor,” kata Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan dalam konferensi pers di KPK, Rabu (1/3/2023).

Pahala mengatakan, KPK tidak hanya akan mencari tahu kebenaran LHKPN Rafael.

Lembaga antirasuah ini akan menelusuri apakah asal usul kekayaan Rafael itu bisa dipertanggungjawabkan.

“Kalau asal (harta)-nya bisa dipertanggungjawabkan, kalau di LHKPN kan asal harta juga disebut, waris hibah dengan akta hibah, tanpa akta hasil sendiri, cuma itu saja ini yang kita dalami,” kata dia.

“Termasuk laporan PPATK kita baca, tapi targetnya sekali lagi bukan hanya meyakinkan bahwa hartanya Rp 51 miliar, tanahnya itu ada semua, lantas yang lainnya oke, enggak begitu. Kita cari asalnya sekarang, makanya jadi agak lama karena kita cari asalnya,” ujar Pahala.

Ia mengatakan, pencarian asal usul kekayaan pejabat eselon III tersebut cukup memakan waktu karena transaksinya harus dilacak hingga 2003.

Pahala juga menyatakan, berbarengan proses klarifikasi itu KPK juga sambil menyelidiki apakah Rafael terindikasi melakukan korupsi buat menemukan tindak pidana pokok dari dugaan TPPU.

“Ini kita cari, dalam proses klarifikasi. Jadi, buat teman-teman juga mungkin masyarakat sangat ingin tahu ini dari mana sebenarnya, aslinya, asalnya,” ucap Pahala.

Pahala mengatakan, KPK tidak mempersoalkan berapa pun nilai harta kekayaan pejabat yang dicantumkan dalam LHKPN. Namun, besaran LHKPN tersebut menjadi persoalan lain ketika para pejabat tidak bisa mempertanggungjawabkan asal usul harta kekayaan mereka.

“Nah ini karena orang (Rafael) hartanya besar, kita cari pertanggungjawaban asalnya,” ujar Pahala.

Pahala mengungkapkan, jika dalam proses klarifikasi itu ditemukan kekayaan Rafael Alun Trisambodo berasal dari gratifikasi, data-data tersebut akan diserahkan ke Kedeputian Penindakan dan Eksekusi.

Ia mengaku Kedeputian Pencegahan tidak hanya akan mengklarifikasi benar tidaknya sumber harta sebagaimana tertera di LHKPN, melainkan menelusuri sumber kekayaan tersebut.

“Kalau asalnya dia gratifikasi pas buktinya ada, pasti kita pindahkan ke teman-teman di Penindakan,” kata Pahala.

PPATK sebelumnya menemukan transaksi ganjil Rafael dalam laporan hasil analisis (LHA) pada 2012.

Menurut pihak PPATK, Rafael terindikasi melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) karena memerintahkan orang lain membuat rekening dan melakukan transaksi.

Dihubungi Kompas.com, Kepala PPATK Ivan Yustiavandana membenarkan LHA yang disampaikan pihaknya berisi transaksi ganjil Rafael sejak sebelum 2012.

“Iya periode panjang saat kami analisis di 2012,” kata Ivan saat dihubungi, Rabu (1/3/2023).

“Kan periode transaksi yang dianalisis itu 2012 kebelakang,” ujar dia.

Di sisi lain, Ketua Kelompok Humas PPATK M Natsir Kongah mengatakan, setiap laporan hasil analisis (LHA) yang dikirim lembaganya ke aparat penegak hukum terkait dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

“Setiap hasil analisis yang disampaikan kepada penyidik tentu ada indikasi tindak pidana pencucian uangnya,” kata Natsir saat dihubungi Kompas.com, Rabu (1/3/2023).

Selain itu, KPK juga mengungkap keberadaan kelompok atau geng dari Rafael di Kemenkeu.

Geng yang dimaksud adalah kumpulan beberapa orang di Kementerian Keuangan yang saling berhubungan satu sama lain karena memiliki riwayat perjalanan karier atau pendidikan yang beririsan.

KPK juga menyatakan membutuhkan waktu buat mendalami keberadaan kelompok itu, sebab orang-orang yang bekerja di sektor keuangan, seperti Rafael dan gengnya, sangat memahami dan lihai dalam menerapkan cara-cara mengalirkan dana.

“Jadi jangan dianggap geng dia berkomplot, enggak juga lah. Tapi ada polanya. Oleh karena itu kita sangat penting untuk lihat gimana sih polanya itu,” ujar Pahala.

Adapun pola yang akan disoroti KPK antara lain seperti bagaimana mereka menggunakan nama orang lain untuk melakukan transaksi, sebagaimana disebutkan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

“Pakai nama lain atau PT (perusahaan) enggak tahu kita karena baru ini juga kita masuk ke wajib lapor yang kasus pidananya belum ada,” ujar Pahala.

(Penulis : Syakirun Ni’am | Editor : Icha Rastika, Novianti Setuningsih, Diamanty Meiliana)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram “Kompas.com News Update”, caranya klik link , kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

error: Content is protected !!