Minyak perpanjang kerugian di tengah kekhawatiran suku bunga AS naik

Minyak perpanjang kerugian di tengah kekhawatiran suku bunga AS naik

cnbc-indonesia.com – Harga minyak jatuh pada akhir perdagangan Rabu (Kamis pagi WIB), karena kekhawatiran kenaikan suku bunga AS yang lebih agresif akan menekan pertumbuhan ekonomi dan permintaan minyak melebihi penarikan stok minyak mentah AS yang lebih besar dari perkiraan.

Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Mei tergelincir 63 sen atau 0,8 persen, menjadi ditutup pada 82,66 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange.

Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman April merosot 92 sen atau 1,2 persen, menjadi menetap pada 76,66 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.

Kedua harga acuan minyak telah turun lebih dari 3,0 persen pada Selasa (7/3/2023) setelah Ketua Federal Reserve AS Jerome Powell menyatakan bahwa bank sentral kemungkinan perlu menaikkan suku bunga lebih dari yang diperkirakan sebagai tanggapan atas data kuat baru-baru ini.

“Harga minyak masih mengalami tekanan ke bawah karena komentar hawkish yang keluar dari The Fed yang mengindikasikan suku bunga lebih tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama,” kata Andrew Lipow, Presiden Konsultan Lipow Oil Associates.

Dolar yang lebih kuat juga membatasi harga minyak di awal sesi. Komentar Powell telah mendorong dolar AS, yang biasanya diperdagangkan terbalik dengan minyak, mencapai level tertinggi tiga bulan terhadap sekeranjang mata uang.

Stok minyak mentah AS turun 1,7 juta barel pekan lalu, data pemerintah menunjukkan, dibandingkan dengan perkiraan para analis untuk peningkatan 395.000 barel.

Data industri Selasa (7/3/2023) malam menunjukkan penurunan persediaan minyak mentah untuk pertama kalinya setelah kenaikan 10 minggu.

Stok bensin AS turun 1,1 juta barel, menurut data resmi, kurang dari perkiraan 1,8 juta, menambah kekhawatiran permintaan. Persediaan sulingan tumbuh sebesar 138.000 barel, dibandingkan dengan ekspektasi penarikan satu juta barel.

Barclays menurunkan perkiraan Brent 2023 sebesar 6 dolar AS menjadi 92 dolar AS per barel dan untuk WTI sebesar 7 dolar AS menjadi 87 dolar AS, “terutama karena pasokan Rusia yang lebih tangguh dari perkiraan,” kata bank tersebut.

“(Kami) memperkirakan pemulihan berkelanjutan dalam permintaan penerbangan sipil di China dan negara-negara tetangga, stabilisasi dalam aktivitas industri dan pertumbuhan pasokan non-OPEC+ yang lebih lambat untuk mendorong keseimbangan pasar minyak menjadi defisit akhir tahun ini,” tambah bank tersebut.

Para menteri dan eksekutif perminyakan terus memperdebatkan pengetatan pasokan pada sebuah konferensi di Houston, dengan menteri luar negeri Angola untuk minyak dan gas mengatakan Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak tidak perlu meningkatkan produksi untuk menutupi pemotongan 500.000 barel per hari Rusia.

Sementara itu, sekelompok senator AS bipartisan mengatakan mereka telah memperkenalkan kembali undang-undang untuk menekan OPEC agar berhenti melakukan pengurangan produksi.

Menteri Energi AS Jennifer Granholm juga mengatakan bahwa rilis lebih lanjut dari Cadangan Minyak Strategis AS akan terjadi karena gangguan seperti perang di Ukraina.

error: Content is protected !!