Bisnis  

Mengerek Nilai Jual Minyak Nilam dengan Budi Daya Berkelanjutan

Mengerek Nilai Jual Minyak Nilam dengan Budi Daya Berkelanjutan

cnbc-indonesia.com – JAKARTA, Investor.id – Pengembangan sektor industri hilir minyak atsiri (IHMA) terus diupayakan agar bisa lebih berdaya saing, mengingat Indonesia memiliki ketersediaan bahan baku yang beragam, dan bahkan Kementerian Perindustrian pernah menyebut Indonesia menjadi rumah bagi sekitar 40 jenis tanaman atsiri dari 99 jenis tanaman atsiri di dunia.

Salah satu bahan baku minyak atsiri yang paling dikenal dari Indonesia adalah atsiri berbahan baku nilam. Bahkan pada tahun 2022, nilai ekspor minyak atsiri berbahan baku nilam atau Patchouli tercatat mencapai angka US$ 400 juta.

Disampaikan Arianto Mulyadi, Ketua I Bidang Kerja Sama Dewan Atsiri Indonesia (DAI), Indonesia merupakan pemasok 90% kebutuhan nilam dunia. Nilam atau Patchouli menurutnya adalah tanaman yang sudah 150 tahun didbudidayakan di Indonesia, khususnya di Pulau Sumatera, Jawa dan Sulawesi.

“Patchouli baru satu sumber minyak atsiri dari sebanyak 97 tanaman sumber atsiri yang ada di Indonesia. Sedankan yang sudah dikomersiklan sudah ada 25 tanaman, salah satunya nilam atau Patchouli,” kata Arianto di Jakarta, Selasa (7/3/2023).

Para pelaku industri atsiri nasional yang tergabung dalam sejumlah asosiasi, yakni Dewan Atsiri Indonesia (DAI) dan Asosiasi Flavor dan Fragran Indonesia (AFFI), kini mulai punya concern untuk meningkatkan nilai jual nilam atau Patchouli lewat sejumlah strategi. Salah satunya adalah mengembangkan praktik budi daya nilam secara berkelanjutan.

“Dengan budi daya berkelanjutan, dalam jangka panjang ia akan meningkatkan nilai ekspor nilam asal Indonesia,” ujar Arianto.

Dalam kesempatan yang sama, Presiden AFFI Hanny Wijaya menyatakan pihaknya melihat banyak peluang dalam pengembangan atsiri berbasis nilam. “Dunia sudah mengenal nilam dan punya standar untuk membuat produk dan menginginkan pengembangan yang berkelanjutan. Untuk tahap awal kita lakukan pada nilam, ke depan kita bisa melirik produk-produk lokal kita yang lebih efisien,” ujar Hanny.

Terkait upaya tersebut, International Fragrance Association (IFRA) yang berbasis di Swiss, bersama dengan Dewan Atsiri Indonesia (DAI) dan Asosiasi Flavor dan Fragran Indonesia (AFFI) sepakat menjalin kemitraan untuk mengembangkan dan mendokumentasikan studi kasus praktik untuk sumber daya nilam yang berkelanjutan di Indonesia.

“Proyek kolaboratif ini bertujuan untuk mengatasi masalah keberlanjutan di seluruh rantai nilai fragran melalui kerja sama dengan industri minyak atsiri, dan dengan fokus khusus pada nilam dan produk turunannya. Proyek ini akan melibatkan pelaku industri, lembaga akademik dan penelitian, komunitas lokal, serta petani dari berbagai daerah di Indonesia, guna memastikan keberhasilan dalam implementasinya,” ujar Irdika Mansur, Ketua Dewan Atsiri Indonesia saat penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) Sustainable Patchouli, di Jakarta, Selasa (7/3/2023).

Sebagai tanda dimulainya kemitraan, para wakil ketiga pihak telah menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) Sustainable Patchouli, yaitu Ketua Dewan Atsiri Indonesia Irdika Mansur, Presiden IFRA Martina Bianchini, dan Presiden AFFI Hanny Wijaya.

Presiden IFRA Martina Bianchini mengatakan: Sebagai organisasi global, IFRA memiliki komitmen jangka panjang terhadap penggunaan wewangian yang aman dalam kehidupan sehari-hari. IFRA, bersama dengan Organisasi Industri Flavour Internasional (IOFI), sudah meluncurkan Sustainability Charter yang menetapkan kerangka kerja kolektif untuk mengatasi masalah dan peluang keberlanjutan di sepanjang rantai nilai industri flavor dan fragran.

“Memasuki ulang tahun ke-50, kami berusaha untuk menjadi model kolaborasi global dalam penggunaan wewangian yang aman, mulai dari sumber yang bertanggung jawab hingga barang jadi. IFRA akan terus mendukung perkembangan industri wewangian di seluruh dunia melalui penggunaan wewangian yang aman dan berkelanjutan.

Bianchini menyatakan bahwa IFRA mendukung peningkatan kapasitas untuk praktik-praktik berkelanjutan dalam mencari dan memanfaatkan sumber bahan wewangian. Tujuan kemitraan ini adalah untuk meningkatkan pembelajaran, pendidikan dan kesejahteraan melalui penelitian, serta bertindak secara bertanggung jawab untuk melindungi konsumen dan lingkungan. Sebagai bagian dari upaya ini, IFRA akan mendanai studi kasus tanaman nilam di Indonesia hingga akhir tahun 2024.

Ketua Dewan Atsiri Indonesia, Irdika Mansur juga mengatakan bahwa kerja sama multipihak ini merupakan langkah strategis DAI dalam memajukan industri minyak atsiri sebagai penyedia bahan baku utama untuk perisa dan wewangian di Indonesia. “Proyek nilam ini akan menguntungkan semua pemangku kepentingan di industri minyak atsiri,” tambahnya.

Pada kesempatan ini, Presiden AFFI, Hanny Wijaya menyatakan: “Sebagai asosiasi nasional anggota IFRA, AFFI mendukung inisiatif Sustainability Charter dari IFRA dan IOFI. Oleh karena itu, AFFI berada pada posisi yang tepat untuk memperluas kebutuhan dan kepentingan industri perisa dan wewangian di Indonesia di hampir semua aspek Proyek, serta melaksanakan tugas dan tanggungjawab proyek dengan memahami budaya dan kearifan lokal. Pada saat yang sama, karena keterkaitan dan keterlibatan yang lama dengan kerja-kerja DAI dalam mempromosikan, memfasilitasi dan mengadvokasi industri atsiri Indonesia, AFFI juga memiliki pemahaman yang cukup komprehensif tentang tantangan yang dihadapi oleh para penanam, penyuling, produsen dan pemasar/eksportir minyak atsiri, termasuk Nilam, dan berkontribusi pada solusi yang berkelanjutan.

Selama pelaksanaan proyek ini, DAI akan berkoordinasi dengan pemangku kepentingan terkait untuk memastikan bahwa kegiatan proyek sesuai dengan standar keberlanjutan yang disepakati semua pihak. DAI akan melaksanakan proyek studi dan pengembangan nilam, dan ketiga pihak akan mendokumentasikan studi kasus dan praktik terbaik untuk pengembangan nilam sebagai sumber bahan alami yang berkelanjutan.

error: Content is protected !!